Ancol Dan Misteri I
CERITA SEX GAY,,,,,,,,
Proyekku selesai dengan sukses. Bu Ayu mengirimkan SMSnya untuk menyampaikan terima kasihnya atas apa yang kukerjakan untuk perusahaannya. Bu Poppy memberiku bonus dengan mentransfer uang ke tabunganku. Aku belum mengecek berapa nilainya. Tapi penghargaan yang diberikan mereka sudah cukup menyenangkan. Saat sekarang sedang ada pendekatan untuk pekerjaan graphic design sebuah hotel baru di sekitar Senen. Hm, semoga berhasil!
“Mau ikut renang ke Ancol?” tulis SMS Ran di HPku.
Hari Sabtu tanpa kegiatan yang penting, aku hanya bersantai di kamarku sambil membaca dan menonton TV. Tawaran yang bagus! batinku. Aku membalas SMS Ran, menerima tawarannya dan menanyakan kapan ke Ancolnya. Tidak lama, Ran membalasnya dan mengatakan siang ini kita berangkat. Wuih! asyik banget.
“Se7” tulisku singkat membalas SMS Ran. Tidak lama, Ganda yang kirim SMS yang mengatakan aku ditunggu di tempatnya.
Renang! Sudah lama aku tidak berenang. Aku memang tidak terlalu sering berenang. Sewaktu kuliah pun dapat dihitung berapa kali aku berenang. Kukenakan sepatu ketsku dan segera keluar berjalan menuju rumah Ran. Aku tak mau mereka menungguku terlalu lama. Kami memang jadi berteman akrab, mungkin karena usia kami yang tak jauh berbeda. Apalagi, tampilanku sehari-hari masih dapat dianggap seperti mahasiswa. Hm, GR nih.
Benar saja, Ganda, Ran dan Dana sudah menungguku di depan rumah mereka.
“Hampir mau disusul,” kata Ran.
Penampilan mereka pada santai sekali. Ran pake celana pendek gombrong dan kaos singlet yang memperlihatkan bahunya yang indah. Dia pake sepatu kainnya warna biru tua, tanpa kaos kaki. Ganda pakai sepatu sandal dengan kaos oblong dan celana jeans lusuhnya. Sedang Dana dengan kemeja katun dan celana pendek jeansnya. Dia pake sepatu kets dengan kaos kaki. Dia tampil agak rapi dibanding yang lainnya. Ada ransel yang di sandangnya.
Dalam perjalanan keluar gang menuju jalan besar, Ran menjelaskan kalau Ganda dapat tiket gratis renang untuk lima orang. Dan berlakunya sampai hari ini. Makanya kesannya jadi mendadak. Aku maklum saja.
“Kita makan dulu ya,” kata Dana ketika telah didalam taksi yang membawa kami.
Dia duduk di depan. Aku duduk dibelakang di antara Ganda dan Ran. Aku rasakan siku tangan Ran menekan di perut bawahku. Entah sengaja atau tidak. Tapi ketika aku diam saja, sikunya makin turun ke gundukan kontolku yang sedikit menegang.
Ganda kulihat sedang memperhatikan kesibukan jalan raya di luar. Sekarang dapat kurasakan siku Ran mempermainkan kontolku dibalik celanaku dengan menggesekkannya berulang-ulang, seirama goyangan taxi. Aku kerutkan anusku, sehingga darah ke kontolku mengalir menekan dinding kontolku untuk membesar. Getaran nikmat menjalar keseluruh tubuhku.
Mungkin dia kangen dengan kontolku, batinku. Kontolku sudah menegang dan terasa sesak di celana jeansku. Lengan kanan Ran yang telanjang di dadaku, merangsang pentil dadaku. Ah, Ran tetap saja selalu menggoda. Mataku dan mata Ran bertemu. Dia tersenyum melihatku yang sedang menikmati mainan kecilnya. Tanganku bergerak di pahanya, dan mempermainkan jariku di pahanya yang tersingkap. Aku memberi respon apa yang dilakukannya. Ah.. Jantungku memompa agak kencang. Ingin kuteruskan tanganku bergerak ke kontolnya, tapi..
Aku berusaha bersikap biasa ketika, pandangan Ganda ke arah kami. Jantungku berdegup. Fantasiku mulai lagi.. Dengan sedikit menunduk, dapat aku rasakan kulit bahu Ran di bibirku. Ingin aku menggigit pelan bahu yang kencang itu, tapi.. Aku takut ketahuan Ganda. Walau bagaimana pun, aku mesti jaga sikap juga. Tapi akhirnya dapat juga sikuku menekan selangkangannya. Kurasakan batangnya yang sudah mengeras di ujung sikuku. Sedikit kutekan, malah jadi melenceng ke pahanya. Keras banget.
Perjalanan ke Atrium Senen terasa sebentar bagiku. Kami turun di teras Mall itu dan menuju lantai tiga, kepusat jajan disana. Beberapa pasang mata kurasakan memperhatikan kami. Hm! GR nih. Siang ini mall Atrium ini ramai juga, maklum menjelang malam minggu.
Di restoran cepat saji itu tidak begitu rame, mungkin karena jam makan siang sudah lewat. Ganda memesan makanan, sementara aku, Dana dan Ran mencari tempat dan duduk menunggu sambil melihat situasi sekeliling. Beberapa ABG cewek sedang mojok di sana memperhatikan kami. Ada yang berani mengedipkan matanya memberi isyarat. Mau ngapain mereka? Di pojok lainnya, dua cowok yang berpakaian rapi juga memperhatikan kami. Sepertinya mereka menunggu isyarat kami.
Dana akhirnya menceritakan situasi mall, yang membuat aku jadi mengerti. Katanya di sini banyak cewek ABG iseng dan cowok gay yang mencari teman kencan. Kemudian dia beritahu tanda-tanda dan sikap mereka. Ya, seperti yang aku lihat tadi itu.
“Mau coba nggak?” tantang Dana padaku, membuat aku kaget. Ran tertawa.
“Tinggal kasih kode saja, nanti mereka akan bergabung di tempat kita,” kata Ran.
Kembali mereka tertawa melihat kebingunganku atau bisa dikatakan ketakutan. Apa yang akan terjadi ya..?
Ganda datang dengan membawa makan siang kami. Paket nasi plus ayam goreng dan cocacola. Tantangan Dana terlupakan, kami langsung menyerbu makanan yang ada. Aku lega. Kami makan sambil bergurau. Apalagi Dana cerita tentang pertama kalinya dia ‘kencan’ dengan cowok gay di sini.
“Seru dan lucu,” katanya.
“Tapi mesti hati-hati juga, Yadi. Bisa-bisa kamu dipalak lho,” tambahnya.
Masing-masing punya cerita. Ganda juga pernah mencobanya bersama Ran, kencan dengan cowok gay. Tidak tahu aku, mereka mainnya dimana setelah itu. Aku baru tahu kalau Ganda juga suka cowok, atau dia hanya ikut-ikutan saja. Tidak tahu pasti!
Tidak lama, apa yang tersaji bersih terlahap. Kami harus segera berangkat, sebelum terlalu sore untuk berenang. Setelah merapikan bekas makanan, kami berjalan keluar mall. Kurasakan kembali mata-mata yang mengawasi kami. Entah perasaan apa yang timbul. Tapi kurasakan sekali gelombang getaran itu. Getaran menggoda dan mengundang. Aku berusaha untuk tidak memperhatikan mereka, dan mataku mengarah ke etalase di samping jalur yang kami lewati.
Akhirnya kami sampai di teras mall ini setelah melewati dua escalator turun. Ada beberapa cewek dan cowok sedang berdiri menunggu. Mungkin mereka sedang menunggu teman kencan, pikirku. Kalau melihat penampilannya, boleh jadi benar. Tidak lama, giliran kami naik taxi, dan bergerak menuju Ancol.
Sekarang Ganda yang duduk di depan, sedang aku di belakang, duduk di pinggir disamping Ran dan Dana di pinggir kanan. Entah karena kekenyangan, kami diam sambil memperhatikan kendaraan di jalanan. Ran juga tidak usil lagi, mungkin karena takut ketahuan sopir taxi.
“Tadi aku mau nawarkan cowok baju merah untuk ikut kita,” kata Ganda beberapa saat kemudian.
Dana dan Ran tertawa. Entah apa maksudnya. Seingatku, tapi aku tidak begitu perhatian, cowok yang dimaksud Ganda, ganteng juga.
“Terus,” kata Dana dan Ran hampir bersamaan.
“Iya, tapi kupikir nanti di taxi penuh sekali. Lebih baik kita cari teman tambahan di Ancol saja,” jelas Ganda.
“Atau kita tawarkan pada cowok di mobil belakang?” kata Ganda tiba-tiba sambil menunjuk Toyota Avanza yang baru saja kami salip.
Aku juga sempat perhatikan yang membawa mobil. Rasanya aku mengenalnya. Bima! Ini kayak sinetron lokal saja. Serba kebetulan. Segera aku telpon dia. Sedang Ran dan Dana menoleh ke belakang, melihat pengemudi yang dimaksud Ganda.
“Boleh juga tuh,” lagi-lagi Ran dan Dana berseru hampir bersamaan. Komentar yang hampir sama dan bersamaan itu, membuat kami tertawa. Bisa-bisanya sama begitu.
“Yadi, sedang dimana?” tanya Bima saat menerima telponku. Ada nada kaget di suaranya. Memang sudah lama aku tidak menghubunginya. Smsnya pun beberapa kali tidak kubalas.
“Di depanmu, naik taxi,” kataku sedikit tertawa.
Kulihat Bima balas melambaikan tangannya ketika aku menoleh ke belakang dan melambaikan tanganku. Dana dan Ran bingung dan kaget ketika tahu aku mengenal cowok seganteng Bima ini. Maklumlah, dia kan seorang model. Kemudian aku tawarkan dia untuk ikut berenang di Ancol sekarang, bersama teman-temanku.
“Pingin sih, tapi sekarang aku ada janjian di Pasir Putih. Sampai jam berapa renangnya?” tanya Bima.
Bingung aku mau jawab apa. Kemudian aku tanya Ganda, biasanya berenang sampai jam berapa.
“Jam berapa saja ditunggu, bilangin begitu,” malah Ran yang nafsu menjawab.
Kuulangi apa yang dikatakan Ran di telpon. Bima tertawa dan menyatakan setuju. Ran di sampingku mengatakan dengan gerak bibir yang mengatakan mau kenalan.
“Bisa minggir sebentar nggak? Ini teman-temanku mau kenalan sama model top Ibu Kota,” kataku.
Bima tertawa ramah. Dia mainkan lampu besarnya. Setuju dia. Kami berhenti di pinggir jalan Gunung Sahari yang belum begitu ramai. Aku turun duluan disusul yang lainnya. Para pengemudi kendaraan yang menyalip taxi kami yang berhenti, memperhatikan kami yang tiba-tiba turun dari taxi. Disangka ada keributan kali ya.
Bima keluar mobilnya. Aroma wangi tubuhnya semerbak menyegarkan siang yang panas ini. Penampilan santai, dengan kaos oblong yang longgar, celana katun baggy dan sepatu pantafel coklatnya. Tubuh indahnya tidak diekploitasi dengan busana serba ketat. Wajah gantengnya lebih mendukung semuanya.
“Kemana saja, tidak pernah menghubungi aku lagi?” tanyanya mendekatiku. Menyalamiku hangat.
Aku tertawa saja dan menjelaskan kesibukanku belakangan ini. Aku perkenalkan teman-temanku. Mulai dari Ran, Dana dan Ganda. Karena kami hampir seusia, jadi kami cepat jadi akrab. Ran kembali mengundang untuk renang bareng. Bima menjelaskan kalau dia ada janji siang itu.
“Semoga urusannya tidak lama,” harapnya. Aku tidak tanya urusannya apa. Itu sangat pribadi.
“Nanti aku nyusul,” janji Bima akhirnya.
Setelah basa-basi dirasa cukup, kemudian kami naik kendaraan masing-masing, melanjutkan perjalanan ke Ancol. Dalam perjalan aku jelaskan pada Ran bahwa Bima model untuk iklan yang kubuat beberapa waktu lalu. Taxi kami belok ke jalan Garuda menuju Kemayoran. Avanza yang dibelakang kami mengikuti.
Kami melewati areal PRJ dengan lancar dan kencang. Avanza masih mengikuti rapat. Aku berharap Bima ikut bersama kami, renang ke Ancol. Tapi tidak, di pertigaan menjelang pintu gerbang Ancol, Bima berbelok ke areal perumahan.
“Kupikir dia mau ngikuti kita,” kata Ran akhirnya ketika taxi kami memasuki pintu gerang. Kami tertawa.
“Maunya!” seru Dana.
Kami turun di depan Gelanggang Renang. Ganda yang bayar ongkos taxinya, walau aku menawarkan agar aku yang bayar, tapi dia menolak. Aku kaget ketika kereta gantung tiba-tiba melintas di atasku. Kekagetanku ditertawakan teman-temanku. Ada-ada saja. Kok bisa sih jalur gandola ini sangat rendah?
Beberapa rombongan keluarga kulihat sedang persiapan pulang ketika kami masuk. Yang masih berenang tidak begitu banyak, sebagian besar adalah remaja dan cowok-cowok seusia kami.
“Kita sewa kamar bilas keluarga saja,” kata Ganda.
Kami mengikuti langkah Ganda. Ini kali pertama aku ke sini. Lumayan bagus dan rapi. Kami melewati kolam anak-anak kemudian kolam arus. Ada sepasang mata yang memperhatikanku. Mata yang indah, dengan bulu mata hitam. Dia tersenyum padaku ketika mataku melihat ke arahnya. Aku jadi ingat cowok-cowok di Atrium Senen tadi. Mungkinkah dia juga cowok gay penggoda?
Dia masih saja memperhatikanku yang terus melangkah mengikuti Ganda ke kamar bilas. Perasaanku nggak enak. Ada rasa aneh dengan tatapannya. Tidak tahu aku apa itu. Aneh saja. Kulit putih dan wajah manisnya seperti tercetak dimataku.
Kami masuk ke kamar bilas, setelah Ganda membayarnya. Kamar bilas yang lumayan bersih, dengan air panas dan shower terbuka. Kami juga menyewa handuk. Setelah pintu tertutup, Ran segera mencopot singlet dan celana pendeknya. Rupanya dia sudah pake celana renangnya yang sangat ketat warna biru dengan garis biru muda. Dana dan Ganda ikut membuka atasan mereka. Sepatu mereka yang sudah dilepas, disusun dekat lemari.
“Nunggu apa, Yadi? Ayo buka, nggak usah malu,” kata Ganda sambil membuka celananya.
Dia juga sudah memakai celana renangnya. Bulu tubuh Ganda sangat menggodaku. Dana juga membuka celana dan kulihat dia memakai celana pendek yang sedikit ketat. Kemudian dia membuka sepatu dan kaos kakinya.
Kulihat Dana anaknya rapi dan agak sopan. Tidak seperti Ran yang suka menggoda. Kalau Ganda orangnya hanyak ikut-ikutan saja, tapi menyenangkan. Dana mengelurkan body lotion dan mengolesnya di seluruh tubuhnya. Ran dan Ganda memintanya, dan mengoles juga ketubuhnya. Mereka saling mengoleskan untuk dibagian punggung.
“Untuk melindungi kulit agar tidak kering sehabis berenang,” jelas Dana.
Ran sudah dibawah pancuran, mengguyur seluruh tubuhnya. Tangannya masuk ke celananya, mempermainkan kontolnya di situ. Semua dapat kulihat. Sarafku kembali bereaksi melihat semua yang ada di depanku ini, tiga cowok setengah telanjang. Mereka saling menyiram, tubuh mereka sudah basah. Kontolku menegang menyaksikan itu semua. Tawa mereka sangat lepas dan buat rame ruangan yang agak luas ini.
Kubuka sepatuku, kemudian kaosku dan celanaku. Aku pakai celana pendek juga, seperti Dana. Walau begitu tonjolan kontolku kelihatan jelas. Setelah aku mengoleskan body lotion yang kuminta dari Dana, akupun ikut mereka membasahi tubuh.
Shower satu-satunya yang ada di ruangan itu, membuat kami berebutan agar dapat siraman air. Tubuh kami saling merapat. Tanganku dapat merasakan tonjolan kontol yang tegang milik Ran. Jantungku sudah berdetak kencang. Dan Ganda yang berada di belakangku, entah sengaja atau tidak, kontolnya telah menekan bokongku. Dana dan Ran berpelukan di depanku. Mereka saling menekankan kontolnya. Gila! Sudah tidak ada rasa malu dan dosa lagi.
Kurasakan setan terkutuk sudah merasuki kami berempat. Tangan kami menjalar ketubuh yang terdekat. Saling meraba dan meremas. Belum apa-apa udara di ruangan ini sudah terasa panas.
“Ini mau berenang atau pesta sex?” kataku sambil keluar dari dekapan mereka. Nafasku sudah sesak karena nafsu. Mereka tertawa.
“Enak sih,” kata Dana dan Ran hampir bersamaan.
Akhirnya kami menyelesaikan permainan dengan memperbaiki posisi kontol dan celana kami.
“Duluan deh, ntar aku nyusul. Mau selesaikan ini dulu,” kata Ran sambil merancap kontolnya masih di bawah pancuran. Celana renangnya merosot sampai dengkul.
Aku menelan ludahku melihat adegan itu. Coba aku yang mengocoknya..
“Kok nggak numbuh bulunya, Ran?” tanya Ganda mengomentari bulu kontolnya Ran yang tercukur licin. Beda dengan Ganda yang bulu kelaminnya sampai keluar dari celana renangnya, membuat dia kelihatan seksi.
“Baru kucukur lagi.. Ach..” kata Ran. Tubuhnya terguncang sampai terbungkuk. Dia mau orgasme.
“Sudah ah tinggalkan saja, sekarang kita renang,” kata Dana menuju pintu dan membukanya. kalau ada yang lewat, pasti bisa lihat Ran yang sedang ejakulasi.
Masih sempat aku lihat spermanya muncrat ke dinding kamar mandi dan sebagian mengenai kakinya. Aku dan Ganda menyusul Dana yang sudah keluar. Kutarik nafas pelan. Ran.. Dia memang tidak bisa menahan diri. Rangsangan sedikit saja, dia selesaikan dengan masturbasi, menumpahkan spermanya.
Kuperhatikan kontol kami sudah tidak tegang penuh. Kami berjalan menuju kolam tanding, kolam yang besar yang ada di sini. Ada banyak pemuda seusia kami yang main sekitar air terjun di sana. Ada beberapa mata melirik kami. Melihat gelagat genit mereka, kurasa mereka gay. Wah, aku sedang masuk dalam komunitas yang begini.. Pikirku. Jantungku mulai berdetak, was-was.
Ke bagian 2,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,