Yanto – Supir bag 2 : Mas Arif
CERITA SEX GAY,,,,,,,
Saya hanya bisa diam terpaku, melihat sekeliling ruang tidurku. Seprei kasur yang berantakan, pintu kamar yang tertutup, panas, ceceran pejuh di perut dan dadaku yang setengah mengering … tidak ada yang salah, tidak ada yang aneh, hanya saja pak Awan tidak berada di sebelah saya – dalam keadaan terikat! Duh, mimpi. Sungguh mimpi yang sangat menyenangkan, saya hanya bisa tertawa menertawakan diri saya ini, malu saja – memimpikan suatu hal yang sangat tidak mungkin – tapi tak ada yang salah dengan hal itu, toh saya kan boleh berfantasi seperti umumnya fantasi ngesek dengan orang lain hehehe.
Lelehen pejuh yang setengah mengering masih menempel di perut dan dadaku, hingga saya tersadar oleh samar kicauan burung diluar sana. Buru-buru saya bangkit dan membersihkan lelehan pejuh saya agar tidak bercecer di lantai. Kebersihan itu perlu!
Brrrr … Mandi dipagi hari memang sangat menyegarkan – walau di kampung tetap lebih dingin. Sungguh menyenangkan saat membersihkan diri di sungai kampung saya itu. Sungainya masih bersih, semua penduduk kampung selalu menjaga lingkungan sekitarnya agar sungai sumber kehidupan kami tidak tercemar. Heran saya melihat kondisi ibukota ini, tua muda serta laki atau pun perempuan semudah itu membuang sampah ataupun membiarkan kondisi sekitarnya kotor begitu saja. Makanya saya senang melihat rumah kebun pak Awan ini, sungguh serasa di kampung sendiri, semuanya sangat asri dan membuat saya makin rajin untuk merawatnya. Saya boleh berbangga hati karena dari mbok Rini hingga tamu serta tetangga yang datang berkunjung sangat menyukai kerapihan serta keadaan tanaman yang selalu berbunga dan sehat. Kadang kala, pak Awan juga suka membawa berbagai bunga atau tanaman yang tidak saya ketahui sama sekali – “nga pa pa, coba aja dahulu, siapa tahu hidup dan berbunga dengan bagus?” jawab pak Awan ketika saya mengutarakan keraguan saya mengenai kemampuan hidup tanaman yang dibawanya. Beberapa diantaranya juga meminta saya mencarikan teman sekampung untuk mereka, karena banyak pembantu yang dibawa dari yayasan terkadang mengecewakan atau tidak sesuai dengan harapan mereka.
Berlari kecil dari kamar mandi pembantu menuju kamar, saya perhatikan gorden dan jendela kamar pak Awan sudah terbuka lebar, tanda pak Awan sudah bangun. Buru-buru saya masuk kamar dan bersiap-siap, berkaca dan mencoba memasang senyuman terbaik hehehe – saya yakin para pembaca juga suka mencoba senyuman dan tatapan mata terbaik di depan cermin bukan? Hahaha. Setelah menghabiskan sarapan buatan mbok Rini, segera saya persiapkan mobil dan menunggu pak Awan.
“Pagi To”
“Pagi pak, tidurnya nyenyak pak?”
“Tak tahu To, kemarin tidurnya berasa … ah sudahlah hahaha”
“Hah? Berasa apa pak?”
“Hahaha, sudahlah …”
Aneh pikir saya, hehehe berasa enak karena saya mimpiin perkosa dia kali? Atau benaran kejadian kah? Waduh, tidak mungkin sih, soalnya kata Syaiful – satpam komplek intercon – tidak ada pemadaman bergilir tadi malam, jadi sudah pasti itu adalah mimpi.
Hari ini, seperti biasa saya mengantarkan beliau ke kantor. Tak lupa menyapa dan berbincang dengan kawan-kawan lain yang sedang bekerja, mendengar guyonan kotor mereka atau bahkan membicarakan kawan-kawan level atas, maksudnya kawan-kawan kantoran yang penuh dengan intrik atau sikut menyikut hingga masalah kehidupan sehari-hari mereka. Disana ada beberapa kawan- kawan yang saya kenal cukup dekat, antara lain Suratman dan Diman yang bertugas sebagai satpam, Joni sebagai OB serta Hendra yang bertugas atas semua pekerjaan yang dibutuhkan secara mendadak. Dan juga beberapa diantara mereka yang tinggal di mess karyawan. Melihat kondisi dan keadaan mereka yang terkadang sedang ada masalah sungguh sangat kasihan, tetapi tak dapat membantu mereka. Masuk jam kerja, semuanya sudah berkutat pada posisi dan kewajiban masing-masing. Tinggal saya sendiri yang bermain dengan kesendirian dan khayalan saya, sambil berkhayal saya jadi teringat kepada mas Arif, anggota ABRI yang dikirim ke kampung kami dalam program ABRI masuk desa … awal mula saya mengenal sex dengan lelaki hahaha …
Mas Arif merupakan salah satu dari 6 anggota ABRI yang ditempatkan di kampung kami dalam program ABRI masuk desa. Mereka ditugaskan untuk membantu penduduk kampung untuk membuat jembatan, saluran irigasi, rumah tinggal serta kelengkapan MCK dan sanitasinya. Mas Arif umurnya 24 tahun dengan tinggi 173 cm dan berat proporsional, atletis lah. Tidak mungkin saya menanyakan Mas Arif dengan pertanyaan yang begitu detail. Saat itu saya masih pemuda kampung berumur 21 tahun yang tidak begitu mudah untuk bergaul dengan para pendatang yang masuk ke kampung saya, selain itu saya cukup sibuk dengan kegiatan mengembalakan sapi dan bercocok tanam. Saat pengenalan pertama, kami memang sempat beradu pandang yang saya anggap biasa saja, namanya pendatang masuk kampung yah dipandang, Siapa? Siapa? Yang mana? Yang itu tampan? Yang ini aja? Hahaha
Masing-masing dari anggota ABRI tersebut menempati salah satu rumah penduduk, begitupun mas Arif yang seharusnya menempati rumah pak Sainan yang memiliki seorang anak perempuan yang bernama Nuri. Nuri sangat menyukai mas Arif, karena saya sering melihatnya mengantarkan makanan kepada mas Arif dan sering sekali mas Arif digoda oleh kawan-kawan ABRI nya. Saya pun tidak begitu ambil peduli dengan hal tersebut karena saya tidak pandai berkumpul dengan penduduk kampung – si ganteng pendiam – kata penduduk desa hahaha.
Hingga suatu hari, saat saya sedang beristirahat dari mencari kayu bakar di hutan sisi kampung …
“Assamuala’aikum”
“Wala’aikum salam”
“Sendiri saja?”
“Oh, mas Arif … ya, saya sendiri saja sedang beristirahat, mas kenapa ada disini? ”
“Hehehe, ya saya kabur …” Kata mas Arif sambil mendudukkan dirinya disebelah saya, dekat sekali hingga pundak kami bersentuhan.
“Kabur??”
“Iya, soal nuri itu loh …”
“Oh …”
“Kamu pendiam sekali yah? Apakah ada salah saya padamu?”
“Tidak, kenapa mas bertanya seperti itu??”
“Habis kamu tidak pernah mau ngobrol dengan saya, selalu menghindari saya, hanya senyum saja … kamu pacar Nuri?”
“Hahaha, tentu saja tidak mas, saya memang tidak banyak bicara dan saya bukan pacar Nuri”
“Baguslah, saya kira kamu cemburu” Katanya sambil mendorong saya dengan pundaknya yang kekar.
“Hahaha, nga lah mas”
“Nah, gitu dong, ketawa kaya gitu, kan ganteng … diam aja ganteng, apalagi ketawa begini hahaha” Sambil mencubit kedua pipi saya
“Hahaha …”
“Serius itu, ganteng kok … jadi ga cemburu kan?” Mas Arif merangkulkan tangannya di pundak saya. Dia memberikan saya senyuman yang terbaiknya, sungguh tampan sekali.
“Nga mas, kalau pun jadi dengan Nuri pun bukan masalah saya – yuk mas, balik sudah mau mahgrib”
“Yuk” Dia berdiri dan memberikan tangannya, aneh ya? Tidak juga, hanya saya merasa bagaimana gitu… hahaha
Menumpu pada tangannya lah saya bangkit dan meninggalkan tempat itu. Sepanjang perjalanan kami saling berbicara dan mengenal satu sama lain. Akhirnya kami jadi dekat satu sama lain, dimana dia selalu mendekati dan mengajak saya kerja bersama ataupun membantu saya bercocok tanam bahkan mandi bersama di sungai. Saat mandi itu saya bisa melihat keindahan tubuhnya yang atletis sembari bercanda kami membersihkan diri kami, tetapi tidak sampai melihat alat kelamin kami secara langsung. Berharap? Hahaha. Sejujurnya saya agak risih, karena saya tidak pernah begitu dekat dengan seseorang dan saya yakin para penduduk kampung pasti akan membicarakannya. Terlebih lagi Nuri, karena diacuhkan oleh mas Arif, saya merasa kasihan padanya, mungkin anda tidak tahu, para penduduk kampung sangat memandang tinggi seseorang dengan posisi kemiliteran atau pemerintahan. Saya pun mulai menjaga jarak dan menjauhi mas Arif kembali, bisa saya lihat kesedihan dan berbagai rasa tanda tanyanya dari sorot matanya. Tapi saya tidak berani memandang matanya ataupun menjelaskan padanya…
Hingga suatu malam, ketika saya pulang dari bercocok tanam … Kaget saya oleh kedatangan mas Arif di depan teras rumah saya. Oleh ibu saya ditambahkan lagi rasa kaget saya, bahwa mas Arif akan tinggal di tempat kami mulai malam ini. Pemindahan mas Arif ke tempat kami oleh komandan mas Arif untuk menghindari omongan yang tidak baik antara mas Arif dengan Nuri.
“Nak Arif tidurnya dengan Yanto yah, maaf tempatnya seadanya …”
“Oh tidak apa-apa bu, saya malah sangat berterima kasih sudah diizinkan untuk merepotkan ibu”
“Tidaklah nak, malu tempat kita seadanya …”
“Nga pa pa kok bu”
“To, kamu antarkan Arif mandi dulu yah … Ibu mau nyusul ayah ke tempat mas Udin”
Ibupun beranjak meninggalkan kami berdua di teras, antara senang, bingung dan khawatir campur jadi satu. Saya tidak tahu harus berkata apa, jujur saya mengaguminya, jujur saya suka padanya … tapi saya tidak yakin antara suka atau cinta! Tiba-tiba dia muncul pula!
“…”
“To, maafin mas …”
“Ga pa pa mas … tidak ada yang salah kok”
“Mas mengerti kok kenapa kamu menjauhi mas … tapi mas bukan maksud begini”
“Terima kasih mas mau mengerti, mari saya antarkan mas untuk mandi” Buru-buru saya mencari alasan untuk menghindari pandangan matanya yang tajam dan sayu …
“Kamu tidak marah?” Tanyanya penuh harap
“Tidak kok mas …”
“Betul? Tidak marah?” Ulangnya lagi
“Iya masss …” Senyumnya mengembang dan dia terlihat makin tampan … SHIT! Hahaha
“Kalau tidak marah, senang dong?!” Hah?! Bingung saya jawabnya, juga malu sekaligus
“Hayooo… Senang yah?
“…” Saatnya untuk kabur, segera saya meninggalkannya. Tapi ketahuan saya tersenyum kecil
“Jadi kamu senang yah?” Dia mengejar saya masuk dan membalikkan saya hingga kami berhadapan
“Udah ah mas” Kata ku sambil menunduk malu ketahuan
“Hahahaha” Tertawanya lepas dan langsung menarikku dalam pelukannya, kaget bercampur lucu dan senang juga.
Akhirnya saya mengantarkan dia mandi, seperti biasa mas Arif tanpa rasa malu menanggalkan semua pakaiannya di depan saya. Seperti biasanya saya juga selalu mengagumi dan memperhatikan bentuk tubuhnya yang atletis, saya tidak tahu perasaan apa itu, tetapi saya sangat menikmatinya. Hingga ketika dia hendak menurunkan celana dalamnya, segera saya meninggalkannya sendiri. Malam harinya mas Arif lewatkan waktu untuk berbasa-basi dengan kedua orang tua saya, sedangkan saya sendiri sudah masuk ke kamar dan merebahkan diri untuk melepaskan semua kepenatan setelah seharian bercocok tanam di kebun. Sayup-sayup saya dapat mendengarkan semua pembicaraan mereka hingga saya tertidur sejenak.
Tengah malam kemudian saya merasakan kehangatan dari sebelah tubuhku … Tersentak saya ketika saya menyadari bahwa saya sedang memeluk mas Arif, ya saya memeluknya yang sedang tertidur disebelah saya. Jadi posisi saya sedang memeluknya dari belakang dimana saya bisa melihat punggungnya yang kekar serta menciumi aroma tubuh dan rambutnya … Sungguh saya tidak menyangkanya. Saat itu saya hanya menggunakan sarung, tapi sepertinya sarung saya sudah tidak tahu kemana, yang ada saya dalam keadaan telanjang bulat dengan kondisi kontol ku yang setengah ngaceng! Malu khawatir ketahuan mas Arif saya berusaha beringsut bangun, tetapi tanganku dipegang erat oleh mas Arif sehingga saya tidak bisa bergerak karena takut membangunkannya. Bagaimana jika dia terbangun dan melihat saya dalam keadaan telanjang dan setengah ngaceng! Rasa malu ini sebaliknya membuat saya semakin birahi dan kontolku semakin mengeras!
Belum juga selesai masalah itu, saya baru menyadari ternyata mas Arif hanya menggunakan sarung juga, dan sarungnya juga sudah berantakan hingga saya bisa melihat paha dan bongkahan pantatnya yang semok dan bulat! Wow – semakin kencang jantungku berdetak serasa mau lompat! Rasa takut, khawatir, birahi merasakan sentuhan hangat kulitnya dengan kulitku dan rasa ingin tahu untuk melihat kontol mas Arif membuat saya mendekatinya dan melongok kearah selangkangan mas Arif. Saya menahan nafas ketika melihat kontol mas Arif yang ngaceng menjulang dan besar! Kontol berukuran 15 cm dengan diameter 4 cm itu berwarna coklat tua dan berurat disekelilingnya, terlihat maninya yang membasahi lubang kontolnya yang besar itu. Terkesima dan tak menyadari bahwa kontol ngacengku telah menempel dan menekan diantara sela pahanya … Tiba-tiba mas Arif beringsut memundurkan badannya sambil mengangkangkan pahanya sehingga punggungnya menempel di dadaku dan kontolku masuk diantara sela kedua pahanya. Saya yakin mas Arif bisa merasakan degup jantungku yang makin kencang ditambah hangatnya kontol saya yang sedang diantara pahanya. Saya juga dapat merasakan bongkahan pantatnya yang berisi diperut bawahku. Saya tidak sebodoh itu! Walau saya hanya orang kampung, saya yakin mas Arif bangun dan sedang menunggu tindakan ku selanjutnya. Dia sedang menunggu reaksiku terhadap tindakannya ini dan saya yakin mas Arif menginginkan diriku! Dia menginginkan sex malam ini, dia menginginkan kontolku, dia menginginkan saya mencumbuinya.
Belum selesai saya berpikir harus berbuat apa, mas Arif menurunkan pahanya sehingga kontolku terjepit diantara kedua pahanya! Sungguh terasa jepitan dan kehangatannya. Hatiku takut tapi sungguh saya menikmati jepitan paha mas Arif dan saya yakin saya menginginkannya, juga mas Arif! Saya merasa jepitan paha mas Arif licin dan sangat nyaman sekali ketika saya ingin menarik kontol saya lepas dari jepitannya. Akhirnya saya memeluk mas Arif dengan erat dan mendorong masuk kontol saya kedalam jepitan pahanya … Wow sensasinya ketika memasukkan kontolku …
“Arghhh … m!” Desahku tertahan takut ketahuan oleh orangtuaku disebelah.
Semakin terdorong untuk mengentoti jepitan paha mas Arif, saya pun mulai pelan-pelan memaju mundurkan pantatku hingga kontolku menghujam jepitan pahanya. Sekali dua kali tiga kali saya mulai menghujamkan kontolku pelan-pelan kedalam jepitan mas Arif. Nafas ku semakin memberat dan semakin erat pelukanku, saya yakin seyakinnya mas Arif pasti sadar apa yang sedang terjadi, karena kontolnya masih tetap ngaceng dan nafasnya juga semakin memburu. Tak terasa kontol saya mengesek lubang mas Arif yang perlahan-lahan membuka dan menyesuaikan dengan besarnya kepala kontolku dan saya pun mencoba memainkan lubangnya dengan kepala kontolku …
Naluriku mengarahkan kontolku untuk mengentoti lubangnya dan perlahan tapi pasti hujaman kepala kontolku sudah bisa memasuki lubang mas Arif dan saya semakin tertantang untuk memasukkan kepala kontolku. Perlahan saya mendorong kepala kontolku dan mas Arif juga mulai membuka pahanya sehingga lebih mudah bagiku untuk memasukkan kontolku. Sambil memeluk erat mas Arif dari samping saya memasukkan kontolku … blessss!
“Arghhhh …h!” Guman mas Arif tertahan
“Oghhh …” Erangku
Sejenak saya diamkan kepala kontolku dalam lubang mas Arif, bisa saya rasakan denyut, jepitan dan kehangatan lubang mas Arif. Sambil tetap memeluk dan menciumi tengkuk mas Arif erat saya biarkan lubang mas Arif menyesuaikan bentuk kepala kontolku. Perlahan saya mulai mendorong masuk lebih dalam kontolku disela erangan mas Arif, centi demi centi dari 18 cm panjang kontolku mulai memasuki lobang mas Arif yang ketat dan hangat. Sungguh nikmat!
“Urghhh …!”
“Mas … enak mas” Gumanku kecil
Perlahan saya menarik kontolku keluar hingga tersisa kepala kontolku saja dan memasukkannya kembali hingga habis batang kontolku. Dengan irama teratur saya genjoti lubang mas Arif dengan kontolku, saya entoti dengan kontolku. Sungguh nikmatnya sangat dalam terasa, masih sangat sempit dan saya berusaha tetap pelan mengentoti mas Arif.
“Mmm … terus To … oohh”
“Hahhh … ”
Tak bisa menahan nafsuku lagi, semakin cepat saya mengenjoti lobang mas Arif dengan kontolku. Saya ingin mengentotinya! Saya menginginkannya! Saya menikmati dan merasakan enaknya! Sungguh beda saat pertama kali saya ngentoti kembang desa sebelah yang saya ambil keperawanannya, bahkan Nuri, ya lebih enak dari memek Nuri! Lebih enak memeluk mas Arif yang kekar dan kokoh badannya serta jepitan lobangnya pada kontolku. Semakin memburu detak jantung dan rasa birahiku, semakin cepat saya mengentoti mas Arif dalam kesunyian malam yang gelap. Hanya ada rasa nafsu dan birahi kami, tiada yang lain. Dan kini saya sudah menindih punggung mas Arif dan mengentoti dia dari atas, sambil memegang kedua tangannya, saya memperkosanya dari belakang! Apakah mas Arif masih tidur? Tentu saja tidak! Saya bisa merasakan bahwa dia menikmatinya dari erangan tertahan dan nafas beratnya! Saya bisa melihat keringat yang mengalir dipunggungnya yang kekar bercampur dengan keringatku yang menetes menjadi satu. Semua rasa dan aroma persenggamaan tubuh kami menjadi satu, saya menyukai pemandangan ini!
“Arghhh … mas Arif …” Desahku dibelakang telinganya dengan tetap mengenjot lubangnya
“Hhhhh … h”
“Hmmm m m …”
Saya ingin muncrat! Saya mau keluar! Bagaimana nih?! Sayang kalau dihentikan! Saya keluarkan didalam sajakah? Semakin kencang pula jepitan lubang mas Arif … Oh, saya ingin keluar mas Arif, saya ingin muncrat!
“Orghhhh!”
“Argh!
Pekik kami tertahan bersamaan. Semoga orangtuaku tidak mendengarnya! Muncrat sudah pejuhku memenuhi lubang mas Arif! Semakin erat juga jepitan lubang mas Arif, kontolku serasa disedot dan digenggam dengan kencang! Beberapa kali pejuhku muncrat dan mengalir dari sela-sela lubang mas Arif. Terjatuh lemas, saya menindih mas Arif dengan kontol yang masih menancap di lubang mas Arif.
“Hah … Hah … Hah …”
“Oh …” Desahku dalam sehabis mengeluarkan semua pejuhku
“Terima kasih mas …” Desahku di telinga mas Arif saat melihat mas Arif yang masih memejamkan matanya seakan tidak terjadi apa-apa. Tak lupa ku beri ciuman di pipi mas Arif untuk menyakinkan rasa yang kunikmati saat ini, malam yang tidak akan ku lupakan …
Segera saya bangkit dan membersihkan lelehan pejuhku serta kontolku. Sungguh antara nikmat dan bingung saya hanya bisa diam, kemudian saya meninggalkan mas Arif yang sedang telanjang untuk membersihkan kontol saya di belakang. Saat saya kembali, saya melihat mas Arif sudah merubah posisi tidurnya dengan kontol yang sudah terkulai lemas. Hei, itukan pejuh? Ternyata ketika saya meninggalkan mas Arif, mas Arif mengocoki kontolnya sendiri dan membiarkan pejuhnya berceceran di perutnya. Hehehe – padahal saya mengentotinya cukup lama, 20 menitan! Tahan juga mas Arif ini. Ah, saya hanya bisa tersenyum dan berbaring disisinya dan terlelap hingga esok subuh. Bagaimana menghadapi dia besok yah?
Karena malu, saya berusaha bangun lebih awal dan langsung berangkat ke ladang dan menghabiskan waktu ku di saung ladang orang tuaku. Sungguh saya tidak tahu bagaimana harus bagaimana jika kami bertemu nanti. Kejadian ini berbeda dengan saat saya mengentoti Nuri atau kembang desa sebelah. Dengan Nuri atau kembang desa sebelah yang bernama Ayu, kami melakukannya suka sama suka tanpa ada perasaan aneh karena hubungan kami adalah hubungan laki-laki dengan wanita. Kalau ini? Laki-laki dengan laki-laki! Kontol dengan kontol! Tetapi saya akui, nikmatnya sungguh lebih nikmat hubungan ini. Saya tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi dan mengapa saya menikmatinya. Perasaan bersalah sih tidak ada, hanya terasa malu dan salah tingkah bagaimana jika penduduk kampung mengetahuinya. Seharian saya memikirkan ini semua dan tidak berani pulang ke rumah. Hingga malam hari menjelang, terpaksa saya pulang dan bertemu dengan mas Arif saat makan malam. Mas Arif baru saja balik dari tugasnya membantu pembangunan jembatan sementara untuk irigasi sawah kami. Saya terdiam malu tak berani menatap mas Arif saat kami bertemu, segera mungkin saya membuang muka dan menghabiskan makanan ku dan langsung kabur ke tempat kawanku. Saya merasa tidak enak ketika mas Arif menatap kepergianku, tetapi saya sungguh malu jika harus menatap matanya atau membahas kejadian semalam.
Ketika saya kembali, semua lampu sudah dipadamkan pertanda semuanya sudah tidur. Perlahan-lahan saya masuk ke kamarku dan melihat mas Arif yang sedang tidur, saya tidak yakin apakah mas Arif benar-benar tertidur atau tidak. Seperti kemarin, mas Arif tidur telanjang dada dan hanya menggunakan sarung saja dengan gundukkan kontolnya yang besar itu. Sarungnya sedikit berantakan sehingga saya dapat melihat bulu jembutnya yang rapi. Kupandang wajahnya yang tampan, macho dan sedikit guratan kebiruan bekas cukuran kumis dan cambangnya yang rapi, saya menyukai wajah tampannya, wajahnya bukan seperti bintang sinteron yang tampilannya seakan-akan hanya tempelan yang tidak memiliki ciri khas ataupun membosankan. Kualihkan pandanganku menuju dadanya yang kekar atletis kembang kempis mengikuti aliran nafas yang dihembuskannya, sungguh sangat seksi dan menarik hati. Celakanya kontolku pun ikut bangun melihat keadaan mas Arif seperti ini! Perlahan saya melepaskan semua pakaian dan hanya mengenakan sarung sebagai penutup kontolku yang sudah mengeras. Kurebahkan tubuhku disampingnya sambil berusaha menutup mataku berusaha terlelap …
Semenit dua menit lima menit lima belas menit ku lalui dengan nafsu yang bergejolak dalam hatiku, nafsu ingin merasakan kenikmatan semalam lagi! Tidak bisa ku tahan! Aku membuka mata dan melihat kearah mas Arif yang masih pura- pura (?) tertidur lelap dengan kontol yang sudah mengeras. Ternyata mas Arifpun merasakan hal yang sama, kontolnya menyembul atau mungkin dia sengaja membuka sarungnya karena dia ingin menggodaku. Saya yakin dia melihat gundukkan sarung ku yang membentuk tenda karena kontolku yang mengeras. Aduh, nafsu ini seakan-akan membuat saya buta akan semuanya hingga saya mendekati mas Arif dan memeluknya, menindihnya dan mencumbunya! Ternyata mas Arif pun membalas ciumanku, ciuman laki-laki dengan laki-laki yang pertama kalinya untukku. Bibirnya terasa manis, empuk dengan sedikit permainan sedotan bibir atau lidahnya membuat saya semakin menikmatinya. Saya menikmati permainan ciuman dan lidahnya dalam mulutku, bagaimana mas Arif memperlakukan diriku membuat saya semakin bersemangat untuk memberikan hal yang sama kepadanya. Sejenak saya melepaskan ciuman dan sedotannya yang ganas, pandangan kami bertemu dan dapat saya temukan rasa sayang dan birahinya bercampur menjadi satu yang ingin segera dilepaskannya. Kulepaskan sarung yang dikenakan oleh mas Arif dan diriku hingga kami dapat dengan leluasa bergerak dan merasakan kulit kami satu sama lain. Saya bisa merasakan hangatnya kulit mas Arif serta rasa kontol kami yang saling beradu dan mengesek, pelukkanku semakin erat ketika mas Arif membuka dan melingkarkan kakinya di pinggangku hingga kontolku dapat dengan mudahnya ku arahkan ke lubang mas Arif dan melumasinya dengan maniku yang sudah banjir diujung kontolku. Puas dengan posisi itu, saya mengangkat mas Arif sehingga kami berhadapan satu sama lain dimana mas Arif menduduki pahaku dan kami bisa berpelukan dengan erat serta tetap berciuman dengan ganasnya. Keringat kami pun seperti berlomba-lomba dengan mani kami untuk mengucur dan melumasi gesekan kami.
Saya ingin lebih! Dan mas Arif tahu itu! Perlahan mas Arif menciumi leherku dan menjilatinya hingga pundak dan dadaku. Berdesir hebat saya ketika mas Arif mengecup pentil dadaku dan memberikan gigitan kecil.
“Mmmrghhh …” Erangku
Tak memperdulikan eranganku, mas Arif tetap menghisap dan memainkan pentil dadaku dengan lidahnya dengan ritme yang tidak beraturan. Kadang menggigit kecil, kadang memainkannya dengan lidahnya, kadang menyedotnya … Argh! Baru kali ini saya merasakanya, merasakan sensasi ini! Mas Arif menuntunku sehingga aku sekarang dalam posisi tidur. Kini mas Arif yang berada diatasku, dengan ganas dia menciumi, menyedot dan menghisap pentil dadaku bergantian kiri dan kanan membuat aku mengelinjang keenakan dan menjambak rambutnya. Sembari menciumi pentil dadaku, tangannya mulai bergerilya menuju kontolku dan saya bisa merasakan kepala kontolnya yang menempel di lubangku. Dia mengocoki kontolku dengan genggaman yang pas dan ritme kocokan yang berbeda, dari cepat – pelan – cepat dan pelan. Mas Arif mulai menciumi perutku yang rata dan menuju paha dan jembutku, perlahan dia menciumi dan menjilati paha hingga bulu jembutku yang lebat …
“Argh!” Tertahan desahanku
Ketika mas Arif menyedot kontolku dan dapat kurasakan sedotannya yang kencang dengan rasa hangat dan basah di kontolku! Kaget karena saya belum pernah merasakan kontolku disedot sebelumnya. Naik – turun – naik – turun – naik – turun sedotan mas Arif makin kencang dan membuat saya mengerang tertahan keenakan. Sensasinya sungguh nikmat, saat mas Arif menjilati kontolku, lubang kontolku bahkan pelirku dan perlahan menuju lubangku. Heran, kaget bercampur khawatir saat mas Arif menjilati lubangku itu …
“Masss …” Bisikku dan kurasakan jilatan hangat di lubangku
“Hah!” Kaget bercampur aneh nikmat saya terlonjak tetapi ditahan oleh mas Arif
Jilatan mas Arif di lubangku itu membuat saya mengila dan semakin mengangkangkan pahaku agar mas Arif semakin mudah menjilati lubangku. Ternyata selain menjilati lubangku, mas Arif juga menusukkan lidahnya kedalam lubangku, sangat terasa sekali lidahnya menusuk dan mengelitik area dalam lubangku. Sungguh nikmat sekali! Terlalu menikmatinya saya sampai bergetar hebat ketika mas Arif menusukkan jarinya kedalam lubangku. Inikah yang namanya dientoti? Inikah kenikmatan yang dirasakan wanita-wanita seperti Nuri dan Ayu yang ku entoti? Sekarang saya sadar kenapa dientoti itu sangat menyenangkan bahkan membuat Nuri dan Ayu ketagihan! Dan kenikmatan itu menjadi ganda ketika mas Arif memelintir pentil dadaku atau mengocoki kontolku!
“Masss…”
“Hmmm To…”
Belum puas, mas Arif sudah bangkit dan menindih saya yang sedang mengangkang. Saya bisa merasakan kontol mas Arif sudah menempel di lubang ku yang basah oleh ludahnya. Mas Arif memandangku dalam, menekan kuat kedua tanganku diatas kepalaku dan kemudian menciumi saya dengan penuh kasih sembari membuka pahaku lebih lebar dengan kedua kakinya yang kokoh sehingga kepala kontolnya semakin menempel dengan lubangku. Saya tahu dia ingin mengentotiku dan saya terbawa oleh suasana dengan membiarkannya bertindak lebih jauh. Saya tidak tahu apakah saya menginginkannya atau tidak, tetapi saya hanya diam dan membiarkannya hingga kepala kontolnya mulai menekan dalam lubangku… Hmmm… Sedikit susah dan sakit, tetapi saya teralihkan oleh ciuman mas Arif yang enak…
“Ogh!” Tahanku oleh bekapan bibir mas Arif ketika kepala kontolnya mulai masuk Tetap menciumi saya, mas Arif menahan laju kontolnya agar otot lubangku menyesuaikan dengan ukuran mas Arif. Perlahan tanpa komando mas Arif mendorong dan memasukkan kontolnya lagi centi demi centi seperti yang ku lakukan padanya kemarin malam. Lubangku terasa penuh dengan batangnya yang hangat, nikmatnya tak tertahankan! Rasa sakit dan panas pada permulaannya terasa terbayar ketika semua kontol mas Arif tertelan dan bertahan dalam lubangku.
“Mas…”
“Too… Sempit to…” Bisiknya pelan
“Enak mas…”
“Iya, mas juga enak – seenak kemarin dientoti Yanto” Jawabnya dan kami saling berciuman kembali
“Mas entoti ya To, seperti Yanto entoti mas kemarin…”
“Iya mass… urgh!”
Belum selesai saya menjawab, mas Arif sudah mengangkat kedua kakiku, memegang dan menciumi betisku, menarik kontol dan menyisakan kepalanya dalam lubangku. Tarikan dan gesekan kontolnya dengan lubangku sungguh memberikan sensasi yang berbeda, membuat tubuhku bergetar nikmat dan semakin nikmat ketika mas Arif mengocoki kontolku. Perlahan mas Arif memadukan gerakan entotannya dengan kocokan kontolku, jadi saya menikmati dua sensasi sekaligus, dientoti dan dikocoki. Genjotan dan sodokan mas Arif semakin liar dan kencang, dalam kesunyian kami berusaha bertahan untuk tidak mengeluarkan seruan atau desahan apapun agar tidak membangunkan kedua orangtuaku yang sudah terlelap. Hanya tatapan kami serta cucuran keringat kami yang membasahi tubuhku kami yang menjadi bukti kenikmatan pergumulan kami, kami tidak ingin orangtua ku mendengar setiap hentakan mas Arif di pantat saya yang kencang walau saya ingin merasakan sensasi itu. Saya bisa merasakan hujaman dan hangatnya kontol mas Arif yang dalam di lubangku. Dan saya yakin mas Arif bisa merasakan cengkaraman lubang saya karena nafas mas Arif yang mengebu-gebu dan berat itu. Sambil dientoti saya dapat melihat mas Arif langsung dengan gerakan genjotannya, juga lelehan keringat di badannya yang berjatuhan membuat badannya yang kekar semakin terlihat menggairahkan.
“To … Mmn … as mau keluarrr”
“Terus mass … Seperti kemarin masss …” Saya ingin merasakan muncratan pejuh mas Arif juga seperti kemarin. Saya ingin merasakan pejuh mas Arif! Kontolku seakan ingin meledak ketika merasakan semprotan pejuh mas Arif di lubangku, tanpa aba-aba saya memuncratkan pejuhku hingga memenuhi dadaku. Kami tetap menahan erangan kami hingga semua pejuh kami keluar tak bersisa dan mas Arif menjatuhkan dirinya dalam pelukanku dengan kontolnya yang masih menusuk lubangku.
“Terima kasih Mas …”
“Mas juga To …”
“Enak ngentoti kamu To, seenak dientoti kamu kemarin malam …” Bisiknya
“Hehehe … Enak juga dientoti mas, pertama kali saya dientoti” Ku kecup mas Arif lagi
“Belum pernah mas merasakan seenak itu …”
“Jadi mau dientoti Yanto setiap hari?”
“Iya To …”
“Hahaha…” Saya memeluk mas Arif dan menciuminya hingga kami terlelap dalam tidur karena kecapaian.
Saya benar-benar menikmati sex ini dan saya akui berbeda dengan Nuri ataupun Ayu! Tentu saja, memek Ayu sudah tidak perawan ketika saya entoti! Memek Nuri masih perawan tetapi tidak menjepit dan mencengkram seperti lubang mas Arif! Saya ingin melakukannya lagi!
Hari-hari saya lalui dengan mas Arif, setiap hari kami saling mencumbu, mengentoti atau dientoti, hingga waktunya untuk meninggalkan kampung kami. Saya hanya bisa terdiam ketika mas Arif pamit dan meninggalkan saya. Saat itu kami hanya berjanji untuk saling mengunjungi dengan bekal alamat di secarik kertas. Dan lamunan masa lalu saya buyar ketika saya dipanggil oleh Suratman karena pak Awan hendak pergi. Saya ingin bertemu lagi dengan mas Arif … Dimanakah dia saat ini … Rindu saya kepadanya. Rindu ingin mengentotinya lagi.,,,,,,,,,,,,,,,,,